Padang, targetdaerah.com – Melanjutkan pemberitaan sebelumnya, disampaikan Andre, tanah kaumnya suku Koto yang merasa dirugikan oleh oknum pembebasan jalan baru PTSP, terkait ganti rugi tanahnya seluas 9.320 M2, yang diklaim masuk areal 412 ha (lokasi tambang batu kapur Bukit karang Putih). Merupakan permainan curang TIM ganti rugi, yang sengaja telah membodoh-bodohi kaumnya.
Dikatakan Andre, bahwa ia dulunya telah mengajukan surat keberatan kepada Sekper PTSP, yakni Ampri Setiawan karena ganti rugi tanah kaumnya yang ditetapkan sebesar Rp. 3.000/M2, di anggapnya sangat tidak masuk akal.
Dikatakan lagi, ganti rugi sebesar itu tidaklah manusiawi, karena tanah kaumnya tersebut terletak di dalam nagari Sikayan Bansek atau berada didalam wilayah Ibukota Prov. Sumbar yaitu Kota Padang. Artinya, tidaklah wajar jika harga tanah dihargai sebesar Rp. 3.000/M2 yang letaknya didalam wilayah Kota Padang, ini jelas merupakan permainan curang dengan berbagai trik licik yang dilakukan oleh oknum-oknum yang sengaja mencari keuntungan besar alias mendapatkan uang haram diatas hak orang lain, tutur Andre.
Sementara itu, Emi (50 th) orang tua Andre ketika dikonfirmasi dirumahnya. Menerangkan, bahwa tanah kaumnya yang sekarang ini telah dijadikan jalan baru PTSP, bukanlah berada dalam areal tambang batu kapur 412 ha. Karena lokasi 412 ha berada di Bukit Karang Putih, yang lebih dikenal dengan lokasi tambang batu kapur PTSP. Sedangkan tanah kaumnya seluas 9.320 M2 terletak di Kampung Sikayan Bansek, lahan/tanah itu sebelumnya merupakan perkebunan yang dirawat dan ditanami dengan berbagai macam tanaman. Antara lain, pohon rambutan, pohon durian, pohon karet dan lain-lain. Papar Emi.
Disampaikan Andre lagi, tanah warga yang terletak didekat jembatan Sikayan Bansek yang terkena pembangunan jalan baru, jika kepengurusan ganti ruginya melalui TIM yang telah dibentuk, maka nilainya ganti ruginya ditetapkan sebesar Rp. 250.000/M2.
Berbeda dengan Andre, ia waktu itu menolak kepengurusan ganti rugi tanahnya yang juga berada tidak jauh dari jembatan Sikayan Bansek tersebut yakni seluas kurang lebih 600 M2 melalui TIM, sehingga ia medapatkan ganti rugi sebesar Rp. 360.000/M2 karena ia (Andre) berurusan langsung ke PTSP.
“Tanah kaum saya seluas lebih kurang 600 M2 dibayar sebesar Rp. 360.000/M2 yang terletak tidak jauh dari jembatan Sikayan Bansek” papar Andre.
Anehnya kenapa tanah kaumnya yang berada di ujung jalan baru PTSP sepanjang kurang lebih 150 M, dengan Lebar 20 M yang telah dipagar beton itu, diklaim masuk areal 412 ha. Padahal katanya, 412 merupakan lahan lokasi tambang batu kapur PTSP yang telah ditetapkan pada tahun 1998 dan disepakati pada tahun 2004 secara bersama, antara tokoh nagari dengan PTSP” jelas Andre sembari memperlihatkan gambar persil tanah kaumnya itu.
Dilain pihak, Ketua KAN Lubuk Kilangan, Kota Padang Basri Datuk Rajo Usali, Minggu (13/03) lalu mengatakan, bahwa tanah warga yang terkena jalan baru PTSP tidak ada yang dibayar Rp. 3.000/M2. Masing-masing pemilik tanah telah menerima ganti rugi pada tahun 2013 dan 2014 lalu yang dibayar dengan harga bervariasi, tergantung letak dan posisi tanahnya, sedangkan TIM yang turun kelapangan yang mensurvei masing-masing tanah warga tersebut adalah TIM dari Biro Hukum PTSP, ungkap Datuk.
Ditambahkannya, ia sangat menyesalkan sikap PTSP yang selalu tidak bisa menyelesaikan setiap polemik yang timbul dari bawah ataupun tuntutan masyarakat kepada perusahaan PTSP.
“Mestinya PTSP cepat tanggap terhadap polemik dan permasalahan yang datang dari masyarakat ” papar Datuk lagi.
Sementara itu Kepala Biro Humas PTSP, Iskandar Zulkarnaen Lubis saat dikonfirmasi, Selasa (15/03) dikantornya tidak bisa ditemui dan ketika dicoba dihubungi berkali-kali melalui via ponselnya, yang bersangkutan tidak menjawab. Bersambung. (TIM)