Padang, targetdaerah.com – Pada pemberitaan sebelumnya perjuangan panjang Sisilia Weking dalam menuntut haknya kepada PTSP terkait jalan tanah kaumnya yang dipakai oleh PTSP yang dimanfaatkan sebagai akses menuju tambang batu kapur Bukit Karang Putih, hingga berita ini diturunkan masih belum menemukan titik terang (baca bag 1 – 20). Anehnya, malahan Sisilia Weking merasa makin disengsarakan. Yang lebih menyakitkan lagi, uang santunan atau kompensasi jalan yang telah ia terima sebelumnya selama 5 tahun justru dihentikan sepihak tanpa alasan yang jelas, penghentian pembayaran kompensasi jalan tersebut telah berlangsung selama empat bulan, ujar Sisilia.
“Meskipun saya beserta keluarga saya sudah dua kali dipenjara akibat memperjuangkan dan menuntut hak kaum saya ini, saya tidak akan pernah takut” tegas Sisilia, Minggu (13/03).
Terlepas dari permasalahan Sisilia Weking, persoalan ganti rugi tanah warga lainnya di objek berbeda, yang terkena pembangunan jalan baru PTSP milik kaum Andre Suku Koto, ternyata sampai saat ini, juga belum diselesaikan. Sehingga pemilik tanah merasa sangat dirugikan dan merasa dipermainkan haknya, dan yang lebih parahnya lagi, akses/jalan menuju ke perkebunannya ditutup total oleh PTSP dengan pagar beton setinggi 2 Meter lebih.
Disampaikan Andre, Kamis (10/03/16) tanah kaumnya yang terletak di Sikayan Bansek, tepatnya di ujung jalan baru PTSP seluas 9.320 M2 dikalim PTSP masuk dalam areal 412 ha (lokasi tambang batu kapur PTSP). Sehingga ganti rugi tanahnya tersebut di tetapkan senilai Rp. 3.000/M2 oleh PTSP.
“Saya menolak ganti rugi sebesar itu, karena ganti rugi pembebasan pembangunan jalan baru PTSP yang telah diterima masing-masing warga pada tahun 2014 lalu mulai dari Rp. 250.000/M2 hingga diatas Rp. 500.000/M2 tergantung letak atau posisinya” papar Andre.
Ditegaskan Andre, bahwa lokasi/areal 412 ha berada di Bukit Karang Putih. Sedangkan tanah kaumnya seluas 9.320 M2 yang dikalaim PTSP masuk areal 412 adalah rekayasa. Sebab letak tanahnya itu berada didataran rendah tepatnya terletak di Sikayan Bansek. Diakuinya, sebagian tanah kaumnya tersebut sekarang telah disulap menjadi jalan baru PTSP dan telah dipagar beton setinggi hampir 3 Meter, tuturnya.
Sedangkan sebagian tanah kaumnya di lokasi berbeda, yang merupakan lahan perkebunan karet yang berada tepat disamping jalan baru PTSP ditutup total dengan pagar beton, sehingga akses menuju ke perkebunan nya itu sudah tidak ada lagi. Akibat ulah pembangunan jalan baru PTSP, membuat kaumnya tidak bisa lagi mengambil hasil panen perkebunan seperti biasanya, terang Andre.
“Tingginya pagar beton yang dibangun oleh PTSP disepanjang jalan baru ini, mengakibatkan kaum saya tidak bisa lagi merawat dan mengambil hasil perkebunan” jelasnya.
Menurutnya, tindakan semena-mena yang dilakukan PTSP, sama saja menganiaya dan merugikan kaumnya. “Mentang-mentang PTSP merupakan perusahaan besar (BUMN) janganlah terlalu menindas dan menjajah kaum saya, karena sekarang bukanlah era kolonial”, pungkas Andre.
Menurutnya lagi, perlakuan PTSP terhadap penutupan jalan atau akses menuju lahan perkebunan kaumnya itu, benar-benar bak seperti penjajah.
Di akuinya, perjuangan panjang serta keberaniannya dalam menuntut hak kaumnya tersebut, mengakibatkan ia (Andre) dipecat bekerja di PT Pasoka Sumber Karya yang merupakan anak emas Perusahaan PT. Semen Padang, padahal ia telah menjadi karyawan tetap.
“Pemecatan yang dilakukan sepihak itu, jelas merugikan saya karena saya telah menjadi karyawan tetap dan saya merasa didiskriminasikan, dan lebih menyakitkan lagi adalah saya diberhentikan tanpa diberikan pesangon” papar Andre geram.
Meskipun begitu, ia bertekad untuk tidak akan pernah takut menghadapi PT. Semen Padang dan ia akan tetap terus memperjuangkan hak kaumnya tanpa mundur selangkahpun.
Sementara itu, Ketua KAN Lubuk Kilangan, Basri Datuk Rajo Usali ketika dikonfirmasi dirumahnya, Minggu (13/03) menjelaskan, pembayaran ganti rugi lahan/tanah jalan baru milik PTSP direalisasikan pada tahun 2013 dan 2014 lalu kepada masing-masing pemilik tanah dengan harga yang berbeda-beda.
Dikatakan lagi, dahulunya tanah tersebut merupakan milik warga atau tanah milik masing-masing kaum, artinya semua lahan yang dibebaskan untuk pembangunan jalan baru PTSP tersebut tidak masuk dalam areal 412 ha. Diakuinya bahwa ia dan perangkat KAN Lubuk Kilangan tidak dilibatkan oleh PTSP dalam proses pembebasan tanah tersebut, jelas Datuk.
Ketika Media ini mencoba kembali menghubungi Kepala Biro Humas PTSP Iskandar Zulkarnaen Lubis di No 081266294XX, Senin, (14/03) jam 14,50 Wib. Menjelaskan, pembebasan sebagian tanah warga yang terkena jalan baru PTSP sebanyak 5 persil tersebut, merupakan permintaan warga itu sendiri untuk dimasukan kedalam lokasi 412 Hektar tambang batu kapur Bukit Karang Putih, tutur Iskandar.
Menurut Ketua LSM Penjara Sumbar, Ambril. Mengatakan, mana mungkin ada warga pemilik tanah yang terkena jalan baru PTSP tersebut, mengusulkan untuk dimasukan dalam areal 412 ha, sedangkan nilai ganti ruginya hanya Rp. 3.000/M2. Sementara kebanyakan warga lainnya menerima ganti rugi senilai ratusan ribu rupiah, ini jelas tidak masuk akal dan merupakan tindakan pembodohan kepada pemilik tanah, paparnya. Bersambung (TIM)