Oleh : Andi Fery (Alumni Flinders University of South Australia)
Denyut nadi perpolitikan dibeberapa daerah di Indonesia saat ini sudah semakin terasa dan mengental, bahkan telah mulai dari beberapa bulan belakangan. Manuver-manuver politik sudah dijalankan demi memuluskan tujuan untuk meraih kursi yang di impikan.
Baliho dan spandukpun ditebar diberbagai pelosok dalam rangka menaikan elektabilitas, bahkan karangan bunga bersiliweran dimana-mana dan hampir disetiap keramaian. Baik itu ada kematian atau perhelatan pesta pernikahan dan ini tidak salah memang, tetapi yang jadi aneh itu selama ini nama-nama tersebut nyaris tidak muncul, padahal berbuat baik itu seharus dilakukan terus menerus bukan hanya disaat akan ada PILKADA seperti sekarangini.
Perang status di media sosial tak terelakan. Lobi-lobi dan anjangsana kesetiap partai politikpun dilakoni demi meraih tiket yang di inginkan. Namun yang lebih penting dari semua itu adalah terpilihnya pemimpin yang berkualitas dan mampu membawa daerah yang dipimpinnya untuk lebih maju secara realita di masyarakat, apabila terpilih nantinya dan bukan hanya tertulis di slogan mereka yang terpajang dimana-mana.
Menurut Undang-undang yang berlaku saat ini di Indonesia, bahwa pemimpin dapat diajukan melalui dua jalur yaitu melalui partai politik dan independen (perseorangan). Kedua jalan ini adalah dalam rangka memilih pemimpin yang terbaik.
Titik awal untuk mencapai ini adalah dengan menentukan kepemimpinan yang visioner dan bukan pemimpin yang Cuma populer dan berduit saja. Setidaknya ada tiga elemen penting dalam memilih pemimpin yang mempunyai komitmen, yaitu pengaruh, perubahan yang di inginkan, dan misi atau visi yang jelas dan bisa diwujudkan (Rost, 1997).
Dan yang lebih penting lagi adalah bahwa Pemimpin adalah Pelayan semua lapisan masyarakat, karena itulah seorang Kepala Daerah harus memiliki pengetahuan manajerial birokarasi yang mempuni dalam mengelola daerah yang dipimpinnya (Firmaningsih-Kolu, 2016).
Lalu apakah itu Partai Politik?. Secara umum Parpol adalah suatu organisasi yang disusun secara rapi dan stabil yang dibentuk oleh sekelompok orang secara sukarela dan mempunyai kesamaan kehendak, cita-cita, dan persamaan ideology tertentu dan berusaha untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan melalui pemilihan umum untuk mewujudkan alternative kebijakan atau program-program yang telah mereka susun.
Jadi tidak mengherankan kalau partai politik selalu berusaha mencapai kekuasaan dan kalau itu sudah didapatkan maka akan digenggamnya erat-erat. Sehingga tidak heran kalau sering didengar didalam partai politik berkoalisi dengan yang tadinya lawan dan melawan yang tadinya kawan. Karena memang yang utama itu adalah tercapainya tujuan untuk berkuasa. Sehingga lumrah juga bila sudah terpilih seorang Kepala Daerah dari partai tertentu maka dia tentu akan lebih mengutamakan kepentingan partai dan golongannya, yang ujung-ujungnya masyarakatlah yang terabaikan.
Seringkali masyarakat hanya diambil suaranya saja tapi setelah itu suaranya seringt idak didengar lagi seiring dengan terpilihnya kepemimpinan dari partai politik.
Pemimpin sering kali sudah tidak lagi menjadi pelayan rakyat tapi sudah menjadi orang yang harus dilayani, Karen itu tidak salah kalau Irawanto, Ramsey, dan Tweed (2012) menyatakan bahwa kepemimpinan di Indonesia jauh lebih authoriser dan tidak fleksibel.
Para pemimpin adalah orang-orang yang tidak bisa dihadapi atau dikonfrontasi. Menentang atasan itu tabu dan tidak bisa dinegosiasikan. Tentu saja, model manajemen ini tidak akan meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya. Hal ini diperparah dengan adanya pemimpin (gubernur, bupati, atauwalikota) sering menugaskan orang-orang sebagai bawahannya di Dinas-dinas atau Badan-badan tertentu, merupakan orang-orang yang memiliki afiliasi politik dengan partai yang berkuasa dan ataupun tim sukses tanpa mempertimbangkan keterampilan dan kualifikasi mereka (Sumintonodkk, 2015).
Tujuannya hanya untuk memperkuat kekuasaan mereka. Sehingga tidak heran misalnya kalau institusi pendidikan sering dipimpin oleh orang yang tidak berlatar belakang yang tepat. Proses seleksi pemimpin yang dipengaruhi oleh nilai-nilai politis ini semacam ini akan membuat pemimpin bisa Do the right things tapi bukan Do the things right.
Dengan demikian pemilihan Kepala Daerah melalui jalur independen merupakan angin segar dan bisa jadi bagaikan tetesan embun penyejuk ditengah melemahnya kepercayaan masyarakat terhadap partai-partai politik yang ada saat ini, lebih banyak berkutat kepada kepentingan mereka sendiri dan tidak adanya komitmen yang jelas dalam memberdayakan masyarakat, dan bahkan di dalam partai mereka sendiri sering terjadi perpecahan.
Oleh karena itulah saat ini rakyat membutuhkan independensi kepemimpinan. Independensi ini memberikan harapan besar bahwa pemimpin yang terpilih melalui jalur ini dapat memainkan peranannya tanpa ada pengaruh partai manapun, karena pemimpin independent itu artinya diusung, dipilih, dan bekerja melaksanakan visi dan misinya langsung kepada rakyat tanpa harus ada intervensi partai politik pengusung.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 ini adalah landasan utama dan membuka peluang munculnya kepala daerah melalui jalur independen. Saat ini rakyat sangat membutuhkan independensi dan keluar dari lingkaran kepemimpinan yang selama ini sering kali diusung oleh partai politik tertentu yang sangat membutuhkan cost politik yang tidak sedikit yang konon kabarnya bisa mencapai milyaran rupiah hanya untuk dapat dicalonkan oleh partai.
Sungguh angka yang cukup besar, dan wajar kalau mereka yang terpilih biasanya tidak bisa focus untuk mengurus rakyat yang dipimpinnya. Oleh karena itu, Keberadaan calon independen dalam Pemilukada kedepan memberi nuansa baru dalam pelaksanaan demokrasi.
Diharapkan dengan kehadiran c alon independen dalam Pemilukada dapat mengurangi konflik dan sengketa yang umumnya dipicu ketidakpuasan terhadap Pemilukada yang dianggap mencederai aspirasi masyarakat.
Kini, masyarakat semakin pandai dalam menentukan preferensi politiknya. Hal ini tentu saja merupakan konsekuensi dari meningkatnya pendidikan politik masyarakat.
Untuk PEMILUKADA tahun 2020 ini, yang Insya Allah akan dilakukan pencoblosan serentak di tanggal 9 Desember 2020 nanti, setidaknya ada 127 calon Bupati/Walikota yang akan maju melalui jalur independent dan beberapa diantaranya ada di Sumatera Barat yang salah satunya adalah di Kabupaten Solok.
Mengapa calon perseorangan justru menjamur di negeri dengan system multipartai seperti Indonesia ini? Jawabannya tentu beragam. Namun, yang pasti, munculnya jalur independen bukan karena kekurangan parpol, melainkan akibat rendahnya kepercayaan terhadap parpol-parpol yang ada di negeri ini. Karena itu, inilah saatnya bagi kita untuk mencari oasis ditengah badai kepentingan partai dan yang pasti pemimpin yang melalui jalur independen tidak akan mempunyai beban cost yang terlalu tinggi, jadi tidak ada istilah mengembalikan modal dulu kalau nanti terpilih. Tapi mereka akan bisa langsung Paddling terhadap pelayanan kepada masyarakat. InsyaAllah..
Discussion about this post