Padang, targetdaerah.com – Diketahui bersama bahwa Wahana Lingkungan Indonesia (Walhi) menilai perusahaan pertambangan paling berkontribusi besar terhadap kerusakan alam yang terjadi di kawasan Indonesia.
Bahkan kerusakan alam akibat pengelolaan pertambangan yang melebihi lahan yang dikelola oleh perusahaan. “Yang paling berkontribusi atas kerusakan alam dan banyak menimbulkan bencana di Indonesia yaitu pertambangan,” jelas Manager Penanganan Bencana WALHI Nasional, usai diskusi Polemik Sindo Radio Bencana Kita di Cikini, Jakarta Pusat.
Sekitar 70 persen kerusakan lingkungan di Indonesia disebabkan oleh operasi pertambangan. Industri ekstraktif ini dengan mudah melabrak dan mengakali berbagai aturan yang bertentangan dengan kepentingannya, termasuk Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup (PPLH).
“Bahkan, UU No 32/2009 dianggap sebagai penghambat investasi. Tak heran, undang-undang ini terus diabaikan dan pelan-pelan dipereteli kekuatannya,” kata Priyo Pamungkas Kustiadi, tahun lalu.
Begitu juga halnya yang terjadi di Kota Padang, pengrusakan lingkungan di Bukit Karang Putih Kel. Batu Gadang, Lubuk Kilangan oleh PT. Semen Padang sudah menjadi pemandangan umum masyarakat setempat.
Seperti yang telah dikupas sebelumnya, bahwa pengrusakan lingkungan yang terjadi di sekitar lokasi tambang PT.SP sepertinya sudah di ambang menghawatirkan. Namun adakah perhatian pemerintah terhadap ratusan jiwa masyarakat yang tinggal disana, jika tidak..? kita hanya tinggal menunggu waktu akan datangnya bencana yang bakal menimpa kampung mereka.
Menurut Ketua LSM LP.KPK (Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan) Sumbar, Zulkarnaini. SH. Dengan tegas mengatakan, pemerintah harusnya melakukan antisipasi karena mempunyai kewenangan untuk melakukan supervisi dan evaluasi atas operasi dan perizinan penambangan PT.SP.
Ditambahkan, selain UU No 23/2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Terdapat juga Peraturan daerah Sumbar tentang pengelolaan usaha pertambangan di Sumatra Barat ini. Diketahui bersama bahwa dalam Bab III Kewenangan Pengelolaan pada Pasal 5 huruf a pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat dan pengawasan usaha pertambangan yang berdampak lingkungan langsung lintas kabupaten/kota dan/atau wilayah laut 4 (empat) mil sampai 12 (dua belas) mil.
Dikatakan lagi, pada Bab III Pasal 5 huruf h pengembangan dan peningkatan usaha pertambangan harus memperhatikan kelestarian lingkungan. Sementara dalam Bab III Pasal 5 huruf I pembinaan dan pengawasan terhadap reklamasi lahan pascatambang (wajib diperhatikan). Sedangkan Bab IV Wilayah Pertambangan pada Pasal 9 ayat 1 Gubernur melakukan penyelidikan dan penelitian pertambangan. Dan pada Pasal 10 ayat (1) Pemerintah Daerah wajib melakukan penyelidikan dan penelitian pertambangan dalam rangka penyiapan Wilayah Pertambangan, tutur Zulkarnaini SH.
Banyaknya peraturan yang dikeluarkan terkait aturan pertambangan agar tidak merusak lingkungan, baik ketentuan yang telah ditetapkan dalam UU, PP dan Perda. Seharusnya semua pihak mematuhinya terutama PT. Semen Padang. Selain itu, Pemerintah Daerah harus ada keberanian dan terbebas dari konflik kepentingan menyelamatkan Kota Padang. Tutup Zulkarnaini., bersambung (Akmal)