Padang, targetdaerah.com – Sebagian orang mungkin masih ingat, bahwa pemberitaan sebelumnya di salah satu media online yang dulunya di publish, dengan judul “Eks Peladang: suku Koto tak berhak lagi tuntut tanah jalan baru semen padang” (berita tersebut telah dihapus).
Dijelaskan, dalam hal ini adalah Pik Enuik (nenek Andre) dan para peladang lainnya yang ada di Sikayan Bansek, dahulunya mereka mendesak agar lahan yang digarapnya dimasukkan ke dalam kawasan 412 ha yakni pada tahun 2004.
Di tahun yang sama, PT Semen Padang setuju sehingga pihak nagari yaitu Kerapatan Adat Nagari (KAN) Lubuk Kilangan, menyerahkannya lahannya ke PT Semen Padang secara adat yang disebut dengan istilah “adat diisi limbago dituang”.
Maksud adat diisi itu, yakni PT Semen Padang menerima penyerahan tanah dari nagari dan pihak Semen Padang memberikan uang sebesar Rp2,1 miliar kepada nagari.
Kemudian maksud limbago dituang, adalah apa yang ada di lahan kaum yang masuk ke 412 ha, diganti rugi oleh PT Semen Padang. “Artinya, semua isi lahan tersebut, baik itu ladang maupun sawah, diganti rugi oleh PT Semen Padang. Ganti ruginya itu, yakni sebesar Rp 3.000/m2.
Dikatakan Ambril Ketua LSM Penjara Sumbar. Apabila tanah Pik Enuik (nenek Andre) serta 5 persil tanah warga lainnya dimasukan kedalam areal 412 Ha. Tentu terjadi kerancuan suata perjanjian yang dahulunya telah disepakati kedua belah pihak. Pada perjanjian tersebut telah dijelaskan batas-batas sepadannya. Sedangkan Surat Pernyataan yang ditandatangani Pik Enuik itu, dibuat dua bulan setelah perjanjian 412,03 Ha disyahkan dan disepakati.
Surat Pernyataan Pik Enuik yang telah di Warmeking Notaris, menurut Ambril tidak bisa digabungkan atau masuk wilayah 412 ha, karena objek 412 ha telah dijelaskan dan telah dimohonkan izin SIPD (Surat Izin Penambangan Daerah) dan juga telah difasilitasi oleh Pemko Padang sesuai dengan Surat Keputusan (SK) tentang Pembentukan Panitia Khusus Pembebasan Bukit Karang Putih untuk PT. Semen Padang.
Bahwa Panitia Khusus Pembebasan Tanah Bukit Karang Putih telah memutuskan PTSP membayar uang santunan dan ganti rugi tanaman kepada Peladang. Terkait pemberian kompensasi dalam bentuk lain kepada Pihak Pertama atas dimanfaatkannya tanah ulayat nagari sebesar Rp. 2,1 milyar tersebut, kegunaanya adalah untuk pembangunan nagari Lubuk Kilangan.
Perlu dijelaskan lagi, areal 412 ha tidak ada sangkut pautnya dengan pemilik di 6 persil tanah warga tersebut. Apalagi tanah Pik Enuik (nenek Andre), atau mungkin juga tanah warga lainnya yang berada diluar Tanah Bukit Karang Putih. Mestinya kita dapat memahami dan komitmen dengan isi perjanjian tersebut, begitu juga kegunaan pemberian uang kompensasi sebesar Rp. 2,1 milyar dimaksud, pungkas Ambril.
Terpisah, Andre (cucu Pik Enuik) saat dikonfirmasi Minggu (08/05) menjelaskan. Ia bersama pamannya sampai saat ini, masih mendesak PT. Semen Padang untuk mau menyelasaikan tuntutan atas ganti rugi tanah kaumnya yang terkena jalan baru PTSP tersebut, agar dibayarkan sesuai harga sebenarnya. Bukan Rp.3000/M nya.
“Rencananya PTSP akan menyelesaikan tuntutan kaum saya itu, pada bulan Mei ini, meskipun janji tersebut sudah yang kesekian kalinya, tapi saya tetap berdoa, mudah-mudahan saja PTSP mau membayarkannya” tutur Andre penuh harap.
Sementara itu, Kepala Biro Humas PT. Semen Padang, Iskandar Zulkarnaen Lubis beberapa bulan ini, sangat sulit untuk dikonfirmasi targetsumbar.com. baik secara langsung maupun melalui via selularnya, tampaknya yang bersangkutan enggan untuk dimintai komentarnya. Bersambung (Akmal).