By : Yohandri Akmal.
Nyanyian lagu Guns Roses, ”November Rain”. Terdengar merdu di HP Nokia yang aku taroh disaku baju kemejaku. Sepasang headset earphone, kutempel dikedua telingaku. Merdunya lagu ini, membuat aku teringat akan kenangan indah masa lalu. Kenangan itu, tepatnya saat aku menyelesaikan pendidikan di salah satu SMA di Sunter Hijau, Jakarta Utara. Lanny Lodya? dialah teman baik ku, masa itu.
Semakin ku berhayal, makin mambuat aku, serasa terbawa ke masa lalu. Besarnya berkah ILLAHI begitu terasa kunikmati. Disebuah warung sederhana, aku duduk santai sembari minum kopi. Hembusan angin di trotoar jalan Adinegoro. Membuat aku makin menikmati kenangan itu. Hatiku berkata, mungkin aku termasuk orang yang beruntung saat ini. Apa benar begitu ? ucap hatiku ku berkata-kata. Mudah-mudahan saja, Tuhan memberikan keberuntungan kepada ku.
Begitu lagu pertama selesai kunikmati. Lagu kedua Rolling Stones pun menyusul terdengar, lantunan musiknya begitu nyaman ditelinga, “Angie” Judul lagu ini membuai perasaan, serasa membawa aku kemasa lajang dulu. Yaitu saat aku berjibaku menjalani kuliah disalah satu Sekolah Tinggi Manajemen Industri di Jakarta Pusat. Tepatnya pada era 90 an.
Perjuangan panjang menyelesaikan pendidikan ku itu. Memang membuat aku sedikit terasa bangga. Kujalani dengan biaya ku sendiri, berjibaku didunia dagang. Namun, yang lebih membuat aku senang, aku sering membantu orangtua dan saudaraku dikampung kala itu. Begitulah sekilas masa lalu.
Warung kopi tempatku duduk berhayal, berada tidak jauh disamping Jembatan Timbangan Adi Negoro. Sejuknya rasa kopi dicampur es, begitu segar ditenggorokanku. Sambil menghisap rokok sampoerna, membuat aku makin mensyukuri akan begitu besarnya berkah ILLAHI. Aku merasa, di paparan Tanah Minangkabau ini, Tuhan begitu menyayangi setiap orang yang terlihat dipandanganku.
Duduk santai di kursi rotan dengan warna sedikit kecoklatan, membuat pantatku makin terasa nyaman. Berjam-jam lamanya. Mataku tertuju di sebuah jembatan timbangan itu, 20 meter dari pandanganku. Setiap menit selalu saja terlihat kendaraan kecil maupun besar keluar masuk di jembatan timbangan itu. Mulai dari mobil Pick Up, Truk, Fuso, Tronton dan sebagainya. Semua kendaraan, mengangkut berbagai macam jenis barang.
Unit per unit ku perhatikan, silih berganti memasuki jembatan timbangan itu. Tampaknya, setiap mobil yang megangkut barang. Melebihi batas aturan angkutan sebenarnya. Lucu nya, tak jadi soal.
Rasa penasaran, membuat aku ingin tahu. Ada apa..? kenapa dengan waktu hitungan menit, setelah sang supir turun dan melapor kepada petugas timbangan, mereka dapat kembali melanjutkan perjalanannya. Padahal muatan barang yang diangkutnya melebihi hingga puluhan ton. Perilaku aneh petugas dan si supir, serasa makin mengusik pikiranku.
Disela lamunanku membayangkan kenangan masa lalu, malah berganti memandangi kejadian menarik didepan mataku. Dalam keseriusan lamunanku. Bayangan tubuh gemuk sedikit tinggi, perlahan-lahan mendekatiku. Perasaan khawatir menghantui pikiran. Siapakah sosok ini..?, jangan-jangan aku didatangi petugas jembatan timbangan itu. Rasa kekawatiran, membuat aku memalingkan kepala. Begitu kulihat, keningku berubah menjadi sedikit berkerut. Sosok yang menghampiri, sudah tidak asing lagi dimataku.
Perawakannya yang sedikit besar, berwibawa, terkadang membosankan. Tanpa basa basi, langsung duduk disamping bangku rotan yang berada tepat disebelahku.
Dia adalah Budi, sahabat baikku yang telah ku anggap sebagai adikku sendiri. Postur tubuh gemuknya, polos dan jenius, selalu saja membuat aku sering membutuhkannya. Kemampuan IT (Pakar Komputer) yang dimilikinya, membuat aku sering memakai jasanya. Andaikan dia perempuan..?, sudah pasti kujadikan sebagai istriku.
Dengan gaya yang sedikit slengeean, tanpa permisi, tangannya langsung menyambar rokok dan kopiku. Kebiasaan itu, tak pernah hilang jika ia ketemu aku.
“Lagi melototin apa bang, kok serius banget..?, jangan-jangan menikmati pemandangan indah, cewek montok memakai rok mini yang sedang berjalan disamping truk itu ya bang” ledeknya ke aku.
“Emangnya kebiasaan mu, yang suka kelelepan jika ngeliat cewek montok. Disamain dengan aku!” gerutuku ke dia.
Begini Bud, kata ku menganti alur pembicaraan. Aku sekarang sedang memperhatikan tingkah laku, antara petugas timbangan dengan para supir angkutan itu. Karena, sebagian para supir memberikan kertas kecil layaknya seperti kertas kupon kepada petugas timbangan. Dilakukan jika muatan barang yang dibawa oleh truknya melebihi batas tonase. Jelasku sambil menunjuk salah seorang supir di jembatan timbangan itu.
“Trus.. apa kaitannya, antara petugas dan para supir itu dengan abang, pake diperhatikan segala..?” tanya Budi ke aku dengan kebiasaan polosnya yang tak pernah hilang sampai sekarang.
“Heei bujubuneeh!, kebiasaan polosmu itu, kok belum hilang-hilang juga..? mendingan dengarin dulu ceritaku sampai selesai” gerutu ku lagi ke dia.
Sejak satu jam terakhir, puluhan truk memasuki jembatan timbangan itu. Jenis Fuso maupun Tronton, silih berganti menjambanginya. Bagi supir yang membawa muatan melebihi tonase. Menyerahkan kertas kecil, layaknya seperti kertas kupon daging, yang dibagikan pada saat Qurban datang.
Warna kupon yang diserahkan sang supir kepada petugas, berbeda-beda. Tergantung jenis mobil angkutannya. Artinya, terjadi permainan terselubung yang cukup menarik untuk dikupas. Aku ingin tahu, siapa orang yang bermain dibelakang supir itu..?, dari siapa mereka mendapatkan Kupon Sakti Sang Supir itu..?, paparku ke Budi… Bersambung..