Padang, targetdaerah.com – Dipemberitaan edisi sebelumnya, H. Sofyan menegaskan, kami beserta tokoh-tokoh mantan pejuang setia Spin Off akan membentuk perjuangan baru yang disebut dengan “Perjuangan Jilid 2”.
Sebelum redaksi melanjutkan pemberitaan tentang pernyataan pedas H.M Sofyan RI Bujang menyikapi saham PT. Semen Padang yang konon katanya telah Nol Persen tersebut. Redaksi akan mencoba sedikit mengulas tatanan hukum adat seputar tanah ulayat di Minangkabau, yang dihimpun dari beberapa sumber.
Masyarakat minang sering menyebut bahwa di Propinsi Sumatra Barat ini, tanah ulayat adalah bidang tanah pusaka beserta sumber daya alam yang ada di atasnya dan didalamnya diperoleh dan dikuasai secara turun menurun yang merupakan hak masyarakat hukum adat.
Dalam prinsip adat Minangkabau, tanah ulayat tidak boleh dijual belikan, akan tetapi tanah ulayat dapat digadaikan. Sebab selain merupakan milik bersama, hukum adatpun tidak membenarkannya. Pameo mereka mengatakan : dijua tak dimakan bali, digadai tak dimakan sando (dijual tak dimakan beli, digadai tak dimakan sandera).
Apabila harta pusaka itu akan dipindah tangankan untuk mengatasi kesulitan, tanah tersebut hanya dapat digadaikan atau disandokan sebagai jaminan pinjaman. Sando ada tiga jenisnya yakni, sando atau sandaro yakni menggadaikan harta yang akan ditebus sewaktu-waktu. Itu dapat dilakukan bila ada kesepakatan bersama dan tidak boleh ada satu pun warga kaum yang boleh ditinggalkan. **
Disampaikan Bartius Gaus, Tokoh Mayarakat Pauh, Kota Padang sekaligus Sekretaris Lembaga Anak Nagari Tigo Jurai Sumbar. Panjang lebar dipaparkannya, perlu kita semua fahami bahwa negara ini telah menentukan hak ulayat atas tanah, seperti yang di jelaskan dalam hukum agraria Indonesia, “ Hak Ulayat merupakan hak dari suatu masyarakat hukum adat atas lingkungan tanah wilyahnya atau yang sering disebut suatu tanah bidang yang padanya melengket hak ulayat dari suatu persekutuan hukum adat.
UUPA mengakui hak ulayat itu, meskipun tidak membenarkan kalau pelaksana hak ulayat atau penguasa adat menghalangi usaha pemerintah untuk mencapai kemakmuran rakyat. Tapi perlu di ingat! nol persennya saham PTSP dinegerinya sendiri jelas kemakmuran rakyat untuk kemajuan negerinya tidak akan ada karena hasil semua kekayaannya dibawa keluar, dan ini sama saja merampas tanah ulayat. Atas keburukan itu maka kami masyarakat minang Luki dan Pauh bakal melakukan perjuangan jilid dua dengan satu niat untuk kepentingan rakyat minang. Tuturnya.
Dilanjutkan Bartius, perjuangan ini juga untuk mempertahankan harga diri hukum adat minang yang menjunjung tinggi kepatuhan hukum adat atas tanah ulayatnya secara keseluruhan, serta untuk kesejahteraan masyarakat minang Lubuk Kilangan, Pauh dan lainnya. Kami sebagai tokoh-tokoh masyarakat bakal berjuang menuntut dan menolak keras saham PTSP yang telah “Nol Persen” ini. Bilamana kami biarkan, jelas berdampak buruk pada anak cucu dan kemenakan kami, baik saat ini maupun dikemudian hari.
Kami tak habis pikir, kenapa kurang ajar betul perbuatan mereka yang bermain belakang menghianati tanah leluhur ini bersekongkol dengan pihak luar sehingga menjadikan saham PTSP terpuruk tiada tersisa. Sungguh melukai dan menzolimi masyarakat minang! menjadikan nenek moyang kita disana mengutuk dan menyumpah, berang Bartius Gaus yang telah berumur 68 tahun ini sembari kepalkan tinjunya.
“Dimana letak hatimu, dengan begitu teganya kalian melepaskan ratusan hektar tanah ulayat negeri ini ke Semen Indonesia tanpa kalian pikirkan akan beratnya perjuangan nenek moyang kita dahulunya dalam merawat dan mempertahankanya, sungguh kalian tak punya hati” jelas Bartius bertekuk.
Meskipun begitu, kami tidak bakal diam dan pasti akan bertindak, jelas warga Pauh lainnya.
Meneruskan liputan media ini terhadap seorang sosok`H. Syofan RI Bujang, tokoh idealis yang termasuk paling dihargai dan disegani masyaraka Lubuk Kilangan, saat awak media ini mendampingi Sofyan lakukan diskusi dengan Wawako Padang, Emzalmi, Senin malam (06/03) terkait nol persennya saham PTSP.
Dijelaskan Emzalmi ke Sofyan, mengenai tuntutan masyarakat Luki ataupun Pauh melalui perjuangan mereka yang disebut dengan perjuangan jilid 2, baiknya dipikirkan dengan matang karena perjuangan itu sangatlah berat. PTSP adalah perusahaan BUMN, bila saham PTSP sudah Nol Persen. Baik bangunan ataupun tanah ulayat yang digarap PTSP sekarang itu sudah menjadi aset negara. Jika masyarakat Luki tetap bersikukuh memperjuangkannya. Lebih baik lakukan melalui jalur hukum yakni menggugat ke Pengadilan, tentu disertai dengan bukti-bukti yang otentik. Bila inginkan pengacara, dirasa pengacara yang berkualitas adalah Sudirman Munir. Sebelum memulai perjuangan temui dan sekaligus minta dukungan ke DPRD dan DPD RI asal Sumbar, terang Emzalmi kepada H Sofyan.
Dikesempatan yang sama, saat awak media ini coba konfirmasi terkait lainnya, Wawako Padang memaparkan, dirinya tidak tahu kapan terjadinya Nol Persen saham PTSP itu. Namun kita mesti memahami bahwa apa yang terdapat di bumi Negara ini, baik laut, angkasa, tanah beserta apa yang terkandung diatas dan didalamnya dikuasai oleh negara.
Menyikapi kondisi PTSP, yang berujung menimbulkan keresahan masyarakat dengan berencana akan melakukan perjuangkan jilid 2 itu. “Menurut saya, ini merupakan perjuangan berat, kita mesti hati-hati jangan sampai ada pihak yang bermain di air keruh nantinya” sebut Emzalmi.
Di akhir pertemuan antara Wawako Padang dengan H. Sofyan ini, Emzalmi bertitip pesan …………… bersambung (Tim)