Jakarta, targetsumbar.com – Patrialis Akbar dipastikan absen dalam sidang lanjutan gugatan pasal-pasal kesusilaan KUHP yang diagendakan akan digelar lagi pada 1 Februari 2017 nanti. Sebab, Patrialis sudah dipecat sebagai hakim konstitusi dan kini meringkuk di jeruji sel KPK.
Dalam catatan detikcom, Minggu, Patrialis sangat aktif memberikan berbagai pernyataan dan pertanyaan moralis dalam sidang yang dimohonkan Prof Dr Euis Sunarti. Guru besar IPB Bogor itu meminta Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah Pasal 282, 285 dan 292 KUHP dengan harapan homoseksual bisa dipenjara.
“Terus terang saya mengikuti alasan pemerintah karena ini resmi di dalam persidangan Mahkamah dan itu adalah pendapat Pemerintah Negara Republik Indonesia yang kaitannya dengan persoalan yang sangat substantif yang diajukan oleh Para Pemohon. Saya kira harus lebih hati-hati lagi. Ini bukan persoalan sepele. Bukan persoalan ecek-ecek, tapi adalah persoalan yang sangat mendasar,” kata Patrialis dalam sidang pada 19 Juli 2016.
Di mata Patrialis, gugatan Euis dkk merupakan permohonan yang harus dipandang secara serius.
“Para pemohon ini para intelektual yang luar biasa, bukan orang sembarangan. Ini kalau saya lihat dari background-nya, niatnya, semangatnya. Apalagi ini kan ingin mengubah moral di tengah-tengah bangsa ini. Apakah Pemerintah tidak mau?” ujar Patrialis.
Sebulan setelahnya, masih dalam sidang yang sama, Patrialis mengkritik gerakan LGBT yang kerap berlindung dalam konsep HAM.
“Kebebasan HAM di negara kita ada pembatasan, dibatasi tidak boleh melanggar HAM orang lain. Kedua, kebebasan dibatasi nilai-nilai moral. Kemudian dibatasi nilai-nilai agama. Nilai agama ini yang tidak dimiliki oleh Declaration of Human Rights,” kata Patrialis.
Dalam sidang pada 8 September 2016, Patrialis membanggakan diri bahwa pokok gugatan seide dengan pemikirannya saat menjadi Menkum HAM.
“Saya ingin infokan, bagian rancangan KUHP itu pokok pikirannya antaranya dari saya ketika menjadi Kemenkum HAM. Selain itu juga ada Pak Wahidduddin Adams yang ketika itu menjabat sebagai Dirjen Perundang-undangan Kemenkum HAM. Dalam rumusan itu ingin merubah pasal zina yang diajukan oleh pemohon ini?” ujar Patrialis.
Patrialis juga menyoroti kesaksian pihak terkait soal biseksual.
“Apakah dalam negara ini yang diatur dalam UU Perkawinan, melakukan hubungan suami istri tanpa pernikahan yang sah secara hukum secara terus menerus, melakukan biseks secara terus menerus, bahkan keduanya ini perbutan ini bagian dari hobi dan mata pencaharian, apakah menurut hati nurani saudara perbuatan ini seperti yang dikatakan adalah perbuatan yang termasuk kualifikasi melakukan pelanggaran terhadap nilai agama, moral, integritas, moral dan budaya keteladanan. Ini bagaimana?” tanya Patrialis.
Pada sidang di bulan November 2016, Patrialis mengkritik KUHP sebagai warisan Belanda yang dinilai tidak sesuai dengan bangsa Indonesia.
“Karena begini, kita harus bedakan, di satu sisi ini KUHP peningalan Belanda tentu ada bagus dan perlu ada yang kita sempurnakan. Kita tahu kehidupan masyarakat Eropa umumnya liberal, ya tapi tidak semuanya kehidupan liberal,” ujar Patrialis.
Patrialis mengatakan lazimnya budaya Eropa mengkategorikan anak-anak berusia 18 tahun sebagai orang dewasa. Sehingga mereka sudah dapat melakukan apapun secara bebas.
“Tapi tidak demikian dengan masyarakat di Indonesia, China yang menjaga utuh hubungan kerabatan orang tua sampai mati. Itu kelebihan kita,” beber Patrialis.
Sebagaimana diketahui, Patrialis ditangkap KPK terkait suap dalam judicial review UU Peternakan dan Kesehatan Hewan. Dari hasil penangkapan Patrialis diduga menerima USD 20 ribu dan SGD 200 ribu dari pengusaha pengusaha impor daging berinisal BHR.
“Demi Allah saya betul-betul dizalimi. Nanti kalian bisa tanya sama Basuki, bicara uang saja saya nggak pernah. Sekarang saya jadi tersangka. Bagi saya ini adalah ujian, ujian yang sangat berat,” ujar Patrialis usai diperiksa KPK.