Padang, targetdaerah.com – Melanjutkan pemberitaan sebelumnya terkait pembebasan di 6 (enam) persil tanah warga yang diklaim PT. Semen Padang masuk areal 412 Ha. Sehingga ganti rugi tanah mereka hanya dibayar sebesar Rp. 3.000/m2. Di 6 persil pemilik tanah tersebut, lima persil diantaranya terkena pembangunan jalan baru PTSP. Namun salah satu dari enam orang pemilik tanah, menolak keras ganti rugi sebesar itu.
Menurut sumber, Adapun nama pemilik tanah di 6 persil tersebut antara lain, Munas suku Jambak, Rabias suku Chaniago, Asma suku Jambak, Suar suku Jambak, Pik Enik suku Koto dan Jalidar. Dimana sebagian besar, yakni lima persil diantaranya sudah berubah menjadi jalan baru PTSP.
Dikatakan Emi orangtua Andre (keturunan Pik Enuik) dengan raut wajah yang berhiba hati, membeberkan kalau tanah kaumnya yang terkena jalan baru PTSP tersebut dibayar dengan harga yang sangat murah (Rp.3.000/m2), padahal tanahnya itu merupakan tanah pusaka kaum, sehingga ia terpaksa menolaknya. Dengan alasan, tanahnya itu tidak ada kaitanya dengan tanah Bukit Karang Putih.
Dikatakan lagi, pembebasan bukit karang putih (areal 412) disepakati pada tahun 2004, dimana dahulunya pembayaran kompensasi tahap satunya ditahun yang sama kepada para peladang. Sedangkan tanah kaumnya seluas 9.320 M2 yang diklaim PTSP itu, terletak didataran rendah.
Sedangkan, lanjut Emi, pembebasan tanah warga untuk pembangunan jalan baru itu dilakukan pada tahun 2013 dan pembayaran ganti ruginya dibayarkan pada tahun 2013 dan 2014 kepada masing-masing pemilik.
“Ironisnya, anak saya dipecat bekerja di PT Pasoka Sumber Karya yang merupakan anak emas Perusahaan PTSP karena kevokalannya dalam menuntut ganti rugi tanah kaum kami tersebut, padahal ia telah menjadi karyawan tetap” jelasnya.
“Pemecatan semena-mena itu, sama saja menzolimi anak saya, dan yang lebih menyakitkan lagi adalah anak saya diberhentikan tanpa diberikan pesangon” tutur Emi lagi.
Seluruh tanah warga yang terkena pembangunan jalan baru PTSP itu, tidak ada kaitannya dengan areal 412 ha karena areal 412 terletak di Bukit Karang Putih yang dahulunya dikatakan hutan lindung, sedangkan tanahnya merupakan tanah pusaka kaum. Setiap ia (Andre) meminta ganti rugi dengan harga yang wajar, PTSP berjanji akan menyelesaikannya, namun sampai saat ini masih belum direalisasikan dan hanya janji-janji kosong saja, jelas Andre melalui via selularnya, Selasa (19/04)
“Sampai kapanpun saya tidak akan pernah berhenti menuntut hak kaum saya itu, meskipun PTSP adalah perusahaan besar namun saya tidak bakal takut menghadapinya” tegas Andre.
Amril Ketua LSM Penjara Sumbar, dengan singkat menanggapi, pembebasan enam persil tanah warga yang terkena pembangunan jalan baru PTSP yang dikatakan masuk areal 412 ha tersebut, dapat dikatakan “pembohongan public”. Bersambung (Akmal).