By: Imam Sodikin
Adanya fasilitas kredit dalam membeli kendaraan bermotor mempermudah masyarakat untuk memiliki kendaraan sendiri. Namun ada saja orang yang terbelit masalah ketika mengambil kredit kendaraan bermotor belum sepenuhnya memahami aturan yang melingkupinya.
Mengambil kredit kendaraan bermotor dari bank atau leasing memiliki aturan sendiri-sendiri. Umumnya kredit dari bank lebih ringan karena bunga lebih rendah. Sementara kredit dari leasing lebih mudah didapat karena persyaratnya lebih longgar.
Undang Undang No. 42 tentang Jaminan Fidusia (UU JF), pada pasal 4 menetapkan, “Jaminan fidusia merupakan perjanjian ikatan dari suatu perjanjian pokok yang memunculkan kewajiban para pihak”.
Sayangnya keberadaan UU Jaminan Fidusia masih belum dipahami banyak pihak. Padahal bertujuan untuk memberikan kepastian hukum, bagi perusahaan pembiayaan dan konsumen dalam penyerahan hak milik atas kendaraan bermotor dari konsumen secara kepercayaan (fidusia) kepada perusahaan pembiayaan.
Jika merujuk pada pasal 11 UU JF, fidusia wajib didaftarkan. Dengan didaftarkannya jaminan fidusia tersebut kantor pendaftaran fidusia akan menerbitkan dan menyerahkan sertifikat jaminan fidusia kepada penerima jaminan fidusia. Jaminan fidusia ini lahir setelah dilakukan pendaftaran.
Secara prinsip ada beberapa substansi pokok yang diatur, yakni perusahaan pembiayaan yang melakukan pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor dengan pembebanan jaminan fidusia wajib mendaftarkan jaminan fidusia pada kantor pendaftaran fidusia.
Kedua, kewajiban pendaftaran jaminan fidusia berlaku pula bagi perusahaan pembiayaan yang melakukan pembiayaan konsumen kendaraan bermotor berdasar prinsip syariah dan/atau pembiayaan konsumen kendaraan bermotor yang pembiayaannya berasal dari pembiayaan penerusan atau pembiayaan bersama.
Ketiga, perusahaan pembiayaan wajib mendaftarkan jaminan fidusia pada kantor pendaftaran fidusia paling lama 30 hari kalender terhitung sejak tanggal perjanjian pembiayaan konsumen.
Keempat, perusahaan pembiayaan dilarang melakukan penarikan benda jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor jika kantor pendaftaran fidusia belum menerbitkan sertifikat jaminan fidusia dan menyerahkannya kepada perusahaan pembiayaan.
Kelima, penarikan benda jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor oleh perusahaan pembiayaan wajib memenuhi ketentuan dan persyaratan sebagaimana diatur dalam UU Jaminan Fidusia yang telah disepakati oleh para pihak.
Ketentuan lain, jika perusahaan pembiayaan melanggar ketentuan tersebut, dikenakan sanksi administratif secara bertahap berupa peringatan, pembekuan kegiatan usaha atau pencabutan izin usaha.
Jadi, jika perusahaan pembiayaan tersebut tidak mendaftarkan perjanjian jaminan fidusia, maka perusahaan pembiayaan tersebut tidak dilindungi hak-haknya oleh UU Jaminan Fidusia. Ini berarti perusahaan pembiayaan tersebut tidak memiliki hak untuk didahulukan daripada kreditur-kreditur lain untuk mendapatkan pelunasan utang debitur dari benda yang dijadikan jaminan fidusia tersebut.
Karena itu, perusahaan pembiayaan alias leasing wajib mendaftarkan jaminan fidusia atau benda jaminan. Tanpa fidusia, pihak kepolisian tidak berkewajiban memproses pengaduan pihak leasing. Dikarenakan ketentuan ini sudah diatur dalam UU tersebut.
Dalam sertifikat jaminan fidusia dicantumkan kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sertifikat tersebut mempunyai eksekutorial yang dipersamakan dengan putusan pengadilan, memperoleh kekuatan hukum tetap. Artinya, sertifikat jaminan fidusia bisa langsung dieksekusi tanpa proses persidangan dan pemeriksaan melalui pengadilan, bersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut.
Sanksi menurut pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan No. 130/PMK.010/2012, perusahaan multifinance yang melanggar bisa dikenakan sanksi administratif bertahap berupa peringatan; pembekuan kegiatan usaha atau pencabutan izin usaha. Sanksi peringatan diberikan tertulis paling banyak tiga kali berturut-turut dengan masa berlaku masing-masing 60 hari kalender. Anehnya, hal ini terlihat sering di-abaikan.
Dengan demikian, jika konsumen merasa dirugikan oleh pelaku usaha kredit (lesing) yang biasanya melalui tangan-tangan depcollector bergaya preman melakukan penarikan paksa sebuah kendaraan akibat menunggak cicilan tanpa adanya sertifikat jaminan fidusia. Maka penarikan tidak bisa dilakukan, dan konsumen bisa meneriakan mereka (depcolector) itu “maling atau rampok”.