By : Dr. Emeraldy Chatra
Tampaknya ingkar janji sudah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Beragam jenis ingkar janji pernah kita alami, mulai dari ingkar janji bertemu di suatu tempat, janji mengembalikan barang pinjaman, janji membayar hutang sampai janji politik ketika kampanye dan sebagainya. Ingkar janji sudah seperti peristiwa rutin, tanpa greget dan tak perlu lagi dipikirkan. Sudah biasa dilakukan orang, kalau bahasa minangnya “Panduto”.
Saya tidak akan meninjau soal ingkar janji dari sudut agama. Semua mungkin sudah tahu bahwa ingkar janji itu perbuatan dosa. Bagian saya adalah mengupas dari sudut ilmu sosial.
Ingkar janji, tidak amanah atau menghancurkan komitmen adalah perbuatan yang merusak kepercayaan. Orang yang mengingkari janjinya pada level puncak, dapat dikategorikan sebagai pengkhianat. Para pengkhianat adalah orang yang mengingkari janji setianya kepada seseorang, organisasi atau negara. Bagi mereka kepercayaan yang diberikan kepadanya tidak lebih dari seonggok sampah.
Ingkar janji merupakan penanda dari sikap individu terhadap orang atau lembaga tempatnya menaruh janji. Janji mudah dimungkiri, karena tipisnya rasa respek dan rasa takut bersalah di samping tidak adanya kejujuran dalam diri seseorang. Dengan demikian orang yang mudah memungkiri janji, kemungkinan besar adalah orang yang tidak mempunyai kejujuran dan gampang menipu.
Sulitnya menggalang kekuatan masyarakat sipil antara lain, karena populasi orang-orang yang suka ingkar janji melewati batas yang wajar. Harusnya tipe manusia seperti itu minoritas, bahkan kalau boleh sama sekali tidak ada. Namun kenyataannya sangat banyak.
Mengapa jenis manusia seperti itu berkembang biak? Suatu yang pasti, mereka adalah produk dari masyarakat sendiri. Masyarakat tidak punya sistem yang mencegah pertumbuhan orang yang gemar merusak janjinya sendiri.
Kebiasaan ingkar janji dimulai dari janji-janji sepele seperti janji akan bertemu di suatu tempat. Sudah dibuat janji bertemu pukul delapan pagi, tapi sang pengingkar janji datang pukul sembilan atau tidak datang sama sekali. Peristiwa seperti ini sangat sering terjadi, dan biasanya dimaafkan saja.
Memaafkan perbuatan ingkar janji yang “sepele” itu sebenarnya sebuah kekeliruan, karena membangun tradisi yang salah. Tanpa teguran keras atas perbuatan ingkar janji tidak terjadi proses pembelajaran. Perbuatan yang sama akan diulangi lagi di lain kesempatan, tanpa sedikit pun rasa bersalah sebab sudah menjadi kebiasaan.
Keseringan ingkar janji membuat orang tidak lagi ragu mengingkari janji-janji yang lebih besar, yang menyangkut kehidupan orang banyak. Bahkan akhirnya sampai mengingkari sumpah yang hakekatnya juga janji.
Ketika ingkar janji sudah jadi kebiasaan di tengah masyarakat maka modal sosial sudah raib entah kemana. Modal sosial memerlukan kesetiaan kepada komitmen, sekecil apapun juga. Dengan demikian, hilangnya modal sosial sejalan dengan bertumbuhnya populasi orang yang tidak memegang janji.
Mengingkari janji artinya menghancurkan kepercayaan. Padahal kepercayaan itu sangat penting dalam dunia bisnis. Jangan heran kalau anda suka ingkar janji, akhirnya bisnis anda makin lama makin merosot dan “amburadul”. Nan akhirnya hancur lebur.
Hendaknya jangan ada toleransi yang berlebihan kepada orang yang suka ingkar janji. Kegemaran itu menunjukan pribadi yang tidak dapat dipercaya, berpotensi khianat dan tidak akan pernah merasa bersalah.
Discussion about this post