Padang, targetdaerah.com – Bukan rahasia umum lagi bila tambang batu kapur karang putih PT. Semen Padang (PTSP) di Bukit Karang Putih, Kel. Batu Gadang, Kec. Lubuk Kilangan, Kota Padang. Dianggap masyarakat sebagai salah satu sumber terjadinya bencana longsor dan banjir bandang di Kota Padang, khususnya Lubuk Kilangan. Anggapan masyarakat ini, sangatlah beralasan. Pasalnya, kegiatan pengupasan pembukaan lahan tambang di Bukit Karang Putih tersebut, limbahnya ditumpuk dimana-mana (sekitar bukit karang putih) sehingga memudahkan terjadinya longsor atau banjir bandang ketika hujan melanda.
Yanuar, Ketua LSM ANAGMAS (Anak Nagari dan Masyarakat Lubuk Kilangan), Senin (24/04) dengan blak-blakan mengatakan. Seharusnya, PTSP bertanggungjawab mengatasi dampak buruk yang ditimbulkannya. Salah satunya adalah membangun bendungan di sepanjang sungai Batu Gadang hingga ke Tarantang. Karena disungai inilah, arus mengalirnya seluruh limbah yang berasal dari Bukit Karang Putih itu. Belum lagi limbah chefron yang ditumpuk dibukit yang sama, juga ikut berkonstribusi mempercepat terjadinya longsor, sekaligus merusak lingkungan dan pencemaran pada sungai. Jika bendung tidak dibangun, tentunya lebar sungai makin hari bakal semakin bertambah lebar.
“PTSP jangan hanya ngomong di media atau di spanduk saja. Masa di ring 1 tambang PTSP, masih terdapat jembatan gantung atau jembatan buai. Saya meyakini, pihak Pemda setempat mengetahui permasalahan ini, dan sudah semestinya bertindak tegas. Jangan karena perusahaan besar, Pihak terkait menjadi ciut dan tutup mata menyikapi dampak buruk yang ditimbulkan oleh aktifitas PTSP ini”, tutur Yanuar.
Masyarakat di 4 Kelurahan, yakni Kelurahan Batu Gadang, Padang Besi, Baringin dan Tarantang yang selama ini sering terkena dampak banjir bandang dan longsor tersebut. Berencana akan mendesak dan menyurati pemerintah pusat dan Semen Indonesia untuk memenuhi tuntutan masyarakat terkait permintaan pembangunan bendungan, tuturnya lagi.
Jangan bisanya hanya mengkeruk kekayaan alam tanah leluhur negeri kami saja, tetapi tidak mau mengantisipasi dan mangatasi dampak buruk yang terus ditimbulkan.
Colonial Belanda saja dahulunya, sewaktu mengelola PTSP, tidak membenarkan terjadinya kerusakan pada lingkungan. Kita hidup di NKRI ini sama-sama punya hak sebagai warga negara, jangan memperlakukan negeri kami ini dengan semaunya saja. Masyarakat disini juga manusia, bukan benda mati yang dengan se-enaknya dibunuh secara perlahan-lahan, “Apakah kalian tidak punya hati?!” gerutu Yanuar mengatakan.
Kata orang tua saya, lanjut Yanuar, Belanda saja dahulunya sewaktu mengelola PTSP. Memberikan kompensasi kepada setiap warga yang tinggal di Ring 1 setiap tahunnya senilai 400 holden, sementara kelestarian lingkungan dijaganya dengan baik. Sementara sakarang ini, jangankan memberi uang kompensasi, mengatasi dampak buruk pada lingkungan saja di-abaikannya. Perlakuan ini, sangat kejam dan tidak adil, tutup Yanuar.
Dikesempatan yang sama, Sofyan RI Bujang dengan tertata mengatakan. Tahun lalu, realisasi bantuan CSR PTSP kepada tiap-tiap Kelurahan sebesar Rp. 350 juta pertahunnya tidak jelas peruntukannya, diyakini “Sarat Korupsi”. Sebab realisasinya di beberapa Kelurahan, ada yang hanya menerima Rp. 50 juta saja, dan ada juga LPMK yang memulangkan kembali bantuan tersebut karena terdapat unsur akal-akalan. Baik oleh penerima bantuan maupun yang memberikan bantuan.
Mestinya pihak CSR PTSP, serius dan jujur dalam mengelola dana CSR. Jangan mengambil keuntungan dibalik bantuan itu. Pikirkan juga lingkungan sekitar, terutama dampak buruk yang ditimbulkan PTSP. Secara hukum dan Undang-undang, dana CSR diperuntukan untuk masyarakat sekitar, utamanya warga miskin. Jangan disalahgunakan atau menyelewengkannya, karena dana itu merupakan hak masyarakat miskin.
“Sebagai pengelola dana CSR, jika memakan hak masyarakat miskin. Yakinlah, pasti akan menerima akibatnya. Iba hati orang nan dimakan haknya itu, pasti bakal terkabul untuk diterima peringatan-Nya. Sekarang boleh bersenang-senang tapi tunggu saatnya tiba, azab Tuhan pasti datang”. Sebut H. Sofyan memperingatkan.
Sebagai manusia beragama, mestinya berlomba-lomba berbuat kebajikan, jangan memakan hak yang bukan milik kita. Jabatan ataupun kekayaan hanyalah bersifat sementara, umur tidak akan bertahan lama, suatu saat “Pasti Mati”. Berbenah dirilah selagi ada waktu, jangan lagi menjadi manusia tamak yang merugi.
“Berilah kemudahan kepada orang lain karena itulah perilaku yang bijaksana”. Sebutnya lagi, bak seperti ustad memberi nasehat.
Serasa berada dalam suasana siraman rohani, awak media ini terus menuliskan pernyataan H. Sofyan RI Bujang. Dilanjutkannya, dia meminta agar seluruh Petinggi PTSP dan PTSI berkenan memperhatikan keluhan ataupun permohonan masyarakat ring 1, sebagai warga yang terkena dampak langsung atas segala kegiatan produksi semen di perusahaan besar BUMN ini, untuk mau memperhatikannya.
Kita sesama warga negara, marilah bahu membahu mengatasi dan menghentikan pengrusakan terhadap lingkungan, demi kelestarian alam yang kita cintai dan juga demi anak cucu kita jua. Kalau bukan kita, siapa lagi? saatnya berbuat dan memulai sebelum terlambat.
Selain itu, jangan biarkan Bukit Karang Putih terus digunduli tanpa dilakukan penghijauan. Mestinya lahan pengganti bukit yang telah digunduli itu, dilakukan penghijauan segera. Bukan justru membiarkannya, seperti yang terlihat sekarang ini”. Ujar Sofyan mengingatkan.
Padahal, lanjut Sofyan lagi. PT. Terima Karya tahun lalu, telah mengajukan permohonan penawaran penghijauan IUP 412 Ha. Anehnya kenapa justru ditolak dengan alasan “Pekerjaan penghijauan (reklamasi) pada IUP 412 Ha dilaksanakan setelah area penambangan dinyatakan tidak aktif lagi. Artinya, reklamasi belum akan dilaksanakan (diperkirakan dilaksanakan pada tahun 2040)”. Sorong Imam Sodikin menyalip komentarnya Sofyan, sembari memperlihatkan surat penolakan PTSP tersebut, ber-No: HM.00.01/11958/KRE/DPKSU/10.16, tertanggal 12 Oktober 2016 yang ditandatangani oleh Ka. Dept Komunikasi & SU, Iskandar Zulkarnain Lubis.
Seharusnya, sebut Imam Sodikin, Ketua LP. Tipikor RI Prov, Sumbar. Surat Walikota Padang, dengan suratnya ber-No : 522 – 4/08.25/Huk – 2015, Perihal Rekomendasi Penghijauan Lahan 412,03 Ha Puncak Karang Putih Kel. Batu Gadang kepada PT. Terima Karya, tertanggal 30 Desember 2016 yang meyampaikan……….. bersambung (TIM)
Discussion about this post