Padang, targetsumbar.com – Gedung perkantoran yang ditempati seluruh pegawai pemerintahan nan berfungsi sebagai pelayanan publik di Prov. Sumatera Barat memiliki atap berbentuk rumah bagonjong. Misalnya, seperti mengikuti rumah gadang. Penampilan atap bagonjong, memperlihatkan ciri khas adat Minangkabau di paparan tanah minang ini, yang semestinya tidak dirubah atau dirontokkan satu persatu oleh penguasa pemerintahan setempat, yakni membuat gedung pemerintahan baru dengan tidak memakai atap bagonjong.
Disampaikan Imam Sodikin, Ketua LSM LP Tipikor RI Sumbar, Arsitektur Rumah Bagonjong mengawali bangunan modern dengan sentuhan arsitektur Vernakuler di Sumatera Barat seperti kantor Gubernur yang telah bertahan lama sebagai kantor termegah di Indonesia nan termasuk lambang Provonsi Sumatera Barat.
Dalam sejarah yang terukir pada tahun 1970-an, Gubernur Sumatera Barat waktu itu dijabat “Azwar Anas”, dirinya pernah mengeluarkan kebijakan, yakni mengharuskan agar pembangunan gedung pemerintahan di Sumatera Barat memakai atap begonjong, menyusul himbauan gubernur sebelumnya yaitu ‘Harun Zain’. Atap bagonjong merupakan ciri khas identitas adat masyarakat alam Minangkabau yang harus dipertahankan, papar Imam mengulang himbauan Harun Zain.
Anehnya, diera kepemimpinan Gubernur Sumatera Barat sekarang justru merubahnya, seharusnya mengikuti himbauan gubernur sebelumnya untuk tetap dipertahankan.
“Kenapa harus dipertahankan? karena selain ciri khas dan identitas, arsitektur begonjong juga menggambarkan adat istidat, budaya dan agama yang kuat sampai saat ini di Sumatera Barat. Untuk itu, atap begonjong di kantor pemerintahan jangan sampai dirubah bentuk arsitekturnya, sehingga terkesan menghilangkan satu persatu. Mestinya, hal itu tidak perlu tejadi pada bangunan sekarang” paparnya lagi.
Terpisah, JJ Dt. Pintu Langik. SH, menyebut, dirinya tidak menyangkal kalau bangunan gedung pemerintahan sekarang, satu persatu mulai terlihat tidak memakai atap bagonjong. Perlu di ingat, atap bagonjong sangat jelas menunjukkan pada dunia bahwa Sumatera Barat sangat kuat dengan adat, budaya dan agama nya. Jadi, jangan ada kesan menghilangkan salah satunya, yaitu adat budaya yang telah tergambar disetiap bangunan gedung pemerintahan Sumatera Barat, apalagi para pejabat kita sudah banyak memangku gelar Datuk, dan gelar ini tidak sembarangan dilewakan kepada seseorang apalagi ia seorang pejabat public . Kata Datuk Pintu Langik.
Saya sangat menyesalkan dengan pembangunan gedung pemerintahan yang ada di Sumatera Barat yang menghilangkan identitasnya (atap bagonjong). Sehingga bangunan gedung pemerintahan sekarang sudah ketularan bangunan bergaya Eropah, dengan menghilangkan atap bagonjong tersebut.
“Lihat saja bangunan gedung baru kantor Gubernur Sumatera Barat kita ini, dengan tidak memakai atap bagonjong tentunya sangat memiriskan hati urang awak, sebab jelas sekali kalau kalangan masyarakat minang sangat mencintai adatnya” katanya lagi.
“Tidak salah, jika masyarakat minang saat ini menuding kalau bangunan gedung pemerintahan yang ada di Sumatera Barat ini sudah mulai menghilangkan identitasnya secara perlahan” tutur Datuk Pintu Langik.
Pertanyaannya? Apakah nantinya atap bagonjong akan rontok satu persatu dengan bangunan perkantoran gaya Eropah, di-akibatkan mencontoh bangunan Kantor Gubernur baru yang sekarang ini. Jangan sampai muncul istilah pepatah yang menyebutkan “Bila guru kencing berdiri, maka murid kencing berlari”
Bagaiman tanggapan satu persatu para datuk-datuk yang ada di paparan tanah minang ini…. Tunggu edisi berikutnya (Tim).
Discussion about this post