Irak, targetdaerah.com – Para investor dari berbagai negara berkumpul di Kuwait, Senin (12/2) membahas pembangunan infrastruktur dan pemulihan ekonomi Irak. Negara tersebut mengalami konflik berkepanjangan, terutama dalam tiga tahun terakhir dengan ISIS. Kelompok militan tersebut menguasasi hampir sepertiga wilayah Irak.
“Membangun kembali Irak merupakan langkah untuk memulihkan stabilitas Irak. Hal itu juga akan memulihkan negara-negara di kawasan,” ujar Salman al-Jumalli, Menteri Perencanaan dan Pembangunan Irak dikutip dari Reuters.
Irak mulai dapat membangun negaranya kembali setelah menyatakan kemenangan melawan ISIS pada awal Desember 2017 lalu, setelah berhasil merebut kembali wilayah yang dikuasai oleh ISIS sejak 2014.
Pejabat Irak menyatakan di tengah konferensi penggalangan dana internasional bahwa Pembangunan Irak pasca perang dengan ISIS menelan biaya lebih dari USD88 miliar. Pembangunan perumahan menjadi prioritas utama pemulihan ekonomi masyarakat.
“Sekitar USD23 miliar akan dikeluarkan untuk pembangunan jangka pendek dan lebih dari USD65 miliar dalam pembangunan jangka menengah,” lanjut Qusay Adulfattah selaku dirjen kementerian perencanaan dan pembangunan Irak.
Tujuh Provinsi yang diserang oleh kelompok militan ISIS mengalami kerusakan parah dan menelan biaya sekitar USD46 miliar untuk membangun kembali 147.000 unit rumah yang rusak. Pasukan keamanan pun mendapatkan kerugian sekitar USD14 miliar dalam konflik tersebut.
Kerugian dalam perekonomian lainnya ditaksir lebih dari puluhan miliar yang hilang ketika konflik berlangsung.
Dalam pemulihan ekonomi, Irak menerbitkan sekitar 157 daftar proyek investasi untuk membangun sektor perekonomian. Salah satu proyek tersebut adalah pembangunan kembali Bandara Mosul dan diversifikasi ekonomi dari penjualan minyak mentah, pembangunan kembali ladang pertanian dan pengembangan industri transportasi.
Pembangunan infrastruktur dan fasilitas masyarakat juga menjadi proyek utama Irak untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi kaum muda. Prioritas ini juga mengakhiri migrasi besar-besaran penduduk dan kekerasan politik di Iraq.
Dalam pertemuan investor tersebut, Amerika Serikat yang pernah mendukung ISIS dan telah menduduki Irak dalam kurun waktu 2003-2011 menyatakan tidak berencana menyalurkan dananya dalam konferensi tersebut.
Wakil PBB yang merupakan Koordinator Kemanusiaan untuk Irak, Lise Grande, mengatakan bahwa apabila terdapat adanya kegagalan dalam pembangunan Irak, maka akan menimbulkan ketidakstabilan baru.
“Jika masyarakat internasional tidak membantu pemerintah Irak dalam menstabilkan negaranya, maka akan menjadi keuntungan bagi ISIS untuk dapat menyerang kembali,” katanya seperti dilansir dari Reuters.
Kantor berita Kuwait, KUNA, melaporkan adanya NGO yang menjanjikan bantuan kemanusiaan untuk Irak sebesar USD300 juta di sebuah konferensi LSM dalam pertemuan investor tersebut.
Hal ini kemudian menjadi tekad Baghdad untuk menghapuskan masalah birokrasi yang sekiranya dapat menghambat masuknya investasi. Irak dikenal sebagai negara paling korup ke-10 di dunia menurut Transparency International.
Irak telah menderita puluhan tahun perang, baik pada masa perperangan dengan Iran maupun pasca penggulingan Saddam Husein oleh koalisi Amerika Serikat pada tahun 2003. Kemudian diikuti dengan pemberontakan serta konflik berkepanjangan dengan ISIS pada tahun 2014 hingga akhir 2017 lalu.**
Discussion about this post