By: Ahmad Saleh
TS – Besarnya perhatian ataupun bantuan pemerintah dalam menciptakan ekonomi masyarakat sejahtera, adil dan makmur, memang tak pernah putus-putusnya digulirkan setiap tahunnya. Berbagai program dengan anggaran yang luar biasa terus digelontorkan.
Kita tahu bahwa untuk dunia pendidikan saja, keuangan Negara cukup banyak terkuras. Berbagai upaya pemerintah, baik pusat maupun daerah melalui program-programnya terus digembor. Dengan niat dan tujuan utama yakni menciptakan generasi bangsa yang ber-ilmu, ber-ahklak dan sebagainya. Pendidikan gratis pun dipacu mulai di tingkat SD, SMP, SMA/sederajat, bantuan siswa miskin pun tak ketinggalan, bantuan operasional sekolah (BOS) jangan ditanya lagi. Bantuan DAK dan sebagainya.
Salah satu contoh, dana BOS yang disalurkan untuk satu sekolah saja, mencapai milyaran rupiah pertahunnya, tentulah angka yang sangat luar biasa. Bila diulas satu persatu, masih banyak lagi bantuan pemerintah dalam bentuk lainnya untuk pendidikan. Kali ini kita mencoba menelusuri dana BOS.
Dari hasil survey tentang BOS, beragam persepsi muncul dari satu kursi ke kursi yang lain. Semenjak BOS diluncurkan, tidak sedikit kepala sekolah di negeri ini menjadi OKB (orang kaya baru), terutama Kepsek SMP dan SMA/sederajat. Dalam hitungan dua atau tiga tahun menjabat, mereka mampu memiliki kekayaan tak wajar. Antara lain punya mobil baru, rumah besar bertingkat, dan yang lebih menarik lagi, para kepsek pria tak beriman saling berpacu miliki selingkuhan.
Tak sedikit sekolah memasang spanduk atau papan pengumuman terkait penggunaan dana BOS. Masing-masing sekolah memaparkan keterangan di dinding sekolah, baget pengeluaran yang ditulis sesuai keinginan masing-masing. Pertanyaannya? Apakah setiap sekolah itu benar-benar transparan dan jujur dalam pengelolaan dana BOS. Jawabannya? Wallahu alam.., kemungkinan besar tidak.
Diera perilaku manusia yang selalu bangga berbuat aneh-aneh, tampaknya upaya Iblis dalam menghasut para Kepsek dinegeri ini untuk menyelewengkan dana BOS merupakan pekerjaan yang paling mudah dilakukannya. Apalagi konon katanya penerapan dan ketegasan hukum di negeri ini bisa diatur.
Kita mesti berkaca, dan sudah saatnya berbenah diri untuk tidak lagi korupsi. Kerena perbuatan itu jelas menzolimi banyak orang, dan merupakan perilaku Iblis. Janganlah setiap ada peluang ataupun kesempatan, berleluasa berbuat korupsi. Suka atau tidak suka, income dari hasil korupsi jelas merupakan uang haram, menjijikan dan sangat dilaknat.
Bila Iblis bisa dikonfirmasi, mungkin dia akan berkata “Tidaklah sulit bagi aku beserta pasukanku untuk membujuk setiap manusia berbuat korupsi. Menggoda penyelenggara dunia pendidikan menyimpangkan dana BOS adalah pekerjaan aku yang paling mudah” mungkin seperti itu klarifikasi yang disampaikan Iblis kepada awak media ini.
Tak bisa dipungkiri bahwa kesejahteraan kepala sekolah meningkat drastis semenjak BOS diluncurkan. Sedangkan gaji guru honorer sangat memalukan, padahal mereka juga memiliki tanggungjawab yang sama yakni mencerdaskan anak didiknya. Yang jadi pertanyaan bagi kita, apakah semenjak berbagai bantuan untuk dunia pendidikan digulirkan hingga mencapai ratusan triliun rupiah pertahunnya, mampu membahagiakan para orangtua untuk anaknya benar-benar dapat menikmati sekolah gratis?. Bila kita berkata jujur, jawabannya tentu tidak dan tidak.
Beragam polemik terlihat pada orangtua murid sangat bervariasi, terutama bagi mereka yang tergolong miskin. Sebagian ada yang menyumpah akibat tak sanggup membayar uang komite. Sebagian lagi ada yang memaki-maki sekolah akibat anaknya tidak diperbolehkan ikut ujian karena tak membayar uang ujian atau uang tetek bengek lainnya. Ada juga tak diberikan Ijazah atau STTB setelah tamat terkait persoalan yang sama, dan masih banyak contoh lainnya yang membuat para orang tua murid bersumpah serapah.
Kita tahu, wajib belajar 12 tahun diterapkan pemerintah melalui pendidikan gratis, sehingga anggaran yang digelontorkan makin meningkat. Namun pada kenyataannya, jika para kepsek mau berkata jujur, maka yang terjadi hanyalah menguntungan diri mereka saja. Tidak sedikit para kepala sekolah saat dikonfirmasi ber-irama dangdut, dengan mengatakan bahwa dana BOS dikelola sekolah sesuai aturan, jujur dan transparan. Indah didengar namun kebohongan terpampang jelas diwajah mereka. Andaikan saja mereka ditantang dengan ber-sumpah pocong untuk membuktikan kebenaran irama dangdutnya itu, mungkin tidak akan ada yang berani menyanggupinya.
Tidak sedikit masyarakat berharap, bahwa pengucuran dana BOS yang kita tahu cukup banyak menguras keuangan negara dilakukan pengkajian ulang. Untuk apa dana BOS disalurkan hingga milyaran rupiah per sekolah setiap tahunnya jika hanya menguntungkan sekelompok saja, tanpa dapat dirasakan manfaat sepenuhnya oleh seluruh orangtua murid. Karena pada prinsipnya, mereka selalu dibebani dengan biaya tetek bengek sekolah dengan alasan-alasan yang tak berdasar. Ada yang berminat?.