Dharmasraya, TD.Com– Beredar kabar bahwa perkebunan sawit DITEG atau Koperasi Bulian Sabatang, menggunakan banyak sertifikat. Sementara perkebunan sawit tersebut merupakan milik atas nama H. Zamzami.
Seperti diketahui masyarakat bahwa Ditek Perkebunan dan Koperasi Bulian Sabatang merupakan satu lokasi dengan milik H. Zamzami. Dengan demikian, tentunya atas kemunculan banyak sertifikan itu jelaslah membingungkan masyarakat luas, terlebih lagi menyoal keluasannya yang memiliki bermacam vers. Dan anehnya, masing masing versi tersebut tidak ada yang sama alias simpang siur.
Ada yang bilang lahan seluas 1300 hektar dimiliki DITEG, sedangkan menurut yang lain Koperasi Bulian Sabatang juga memiliki 1000 hektar lebih dibeli pada masyarakat setempat.
Buyung salah satu warga menyebutkan bahwa kelompok sesukuannya menjual 1000 hektar lebih dengan dijual berdasarkan alas hak.
“Kami menjual wilayat kami kisaran 1000 lebih pada H.Zamzami dan kabarnya sekarang udah disertifikatkan semuah berdasarkan KTP anggota kelompok yang lalu,” terang Buyung.
“Pada pembelian yang baru-baru ini memang ada, tapi saya tidak mengetahui pasti jumlahnya yang Pak.Haji beli pada masyarakat,tapi juga luas kabarnya ratusan hektar,” sebutnya.
Sementara Kakan BPN Dharmasraya Yudi saat dikonfirmasi tentang status sertifikat hak milik(SHM) mengaku memang ada pengajuan permohonan pada Kanwil dan BPN.
“Saya kurang menguasai tentang Status sertifikat atas kepunyaan H.Zamzami,tetapi pada permohonan pada kanwil BPN dan tata ruang Provinsi di Padang kalau tidak salah bersifat Redis,jika ratusan hektar tentu kami lepas dari gawe tersebut,” ucap Yadi Kakan BPN Dharmasraya.
Lain pula halnya dengan yang dilontarkan oleh Badan Perizinan Satu Pintu DPMDPTSP Kabupaten Dharmasraya.
Naldi beserta kabidnya bagian Perizinan Satu Pintu DPMDPTSP menyampaikan jika perizinan usaha perkebunan tentu BPN dan Tata Ruang yang lebih mengetahui dan selain dinas Pertanian, karena land clearing tersebut gawe Instansi tersebut.
Menanggapi hal tersebut LSM-ACIA Provinsi Sumatera Barat melalui Direktur eksekutif Afiyandri SH menduga ada permainan kancil pajak.
“Saya menduga ini permainan kancil pajak yang enggan atas kewajibannya pada Negara sehingga Negara dirugikan SPUP, IUP, ITUIP dan IUP-B,” ungkapnya.
“Perkebunan merupakan andalan devisa penerimaan negara di sektor pertanian, untuk itu keberadaan usaha perkebunan perlu mendapat perhatian serius dari negara.Keseriusan ini di wujudkan dengan regulasi setingkat undang-undang sebagai dasar dan ucuan usaha perkebunan, yaitu undang-undang nomor 39 tahun 2014 Tentang Perkebunan,” lanjutnya.
“Karena menyangkut hajat hidup orang banyak terutama terkait dengan penggunaan lahan,maka pihak yang akan melakukan usaha perkebunan di atas luas 25 hektar harus berbentuk badan hukum serta wajib memiliki izin usaha perkebunan dan hak atas tanah,” pungkasnya.
“Jadi bila kita lihat dari perundang-undangan negara DITEG Perkebunan atau Koperasi Bulian Sabatang atas Haji.Zamzami tersebut juga mengangkangi Permen Pertanian Nomor 98/Permentan/OT.140/9/2013, Tentang pedoman perizinan usaha Perkebunan beserta perubahannya,” tutup ia. (TIM).
Discussion about this post