Kaimana, TD – Warga Kampung Namatota, Kabupaten Kaimana, khawatir terjadi penutupan perusahaan ikan yang sejak lama berdiri di daerahnya. Ungkapan rasa khawatir ini disampaikan perwakilan warga Namatota, saat unjuk rasa di halaman Pabrik PT. Industri Perikanan Namatota, di Arwala, Pulau Namatota, pekan lalu.
Kekhawatiran warga berlatar belakang peristiwa penutupan PT. Avona Mina Lestari, perusahaan serupa yang terletak di Teluk Etna, tak jauh dari Namatota, setelah penghentian pemberian izin oleh pemerintah, di sekitar tahun 2014 lalu. Beberapa hari sebelum unjuk rasa warga ini, Kapal TNI AL menangkap sepuluh unit Kapal Tangkap milik PT. Industri Perikanan Namatota, atas dugaan illegal fishing.
Sepuluh kapal itu lalu digiring ke Pelabuhan TNI AL di Sorong, untuk ditemui pihak pemberi izin, yakni Kantor Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu Provinsi Papua Barat.
Berikut kutipan sejumlah warga kepada wartawan yang berkesempatan mendatangi lokasi ini.
Ombaer, Raja Namatota, menjelaskan, ”Dengan adanya perusahaan di sini, sangat, sangat membantu masyarakat kampung, bukan hanya kampung Namatota, tapi kampung-kampung lain pun ikut senang, karena hasil tangkap mereka tidak perlu bawa lagi jauh-jauh ke kota, bahkan bisa irit bahan bakar, misalnya dari Namatota ke kota bisa 20 liter, yah kami dari kampung ke sini, 5 liter itupun banyak.
“Perusahaan ini sangat membantu masyarakat, dalam arti bukan cuma para orang tua saja, akan tetapi juga membantu anak-anak yang akan pergi ke sekolah. Kami juga kaget mendengar adanya informasi seperti ini”, sebutnya.
Mohammad Sanggei, minta kepada Menteri Susi untuk memperhatikan nelayan kecil di Kaimana.
”Itu yang buat permohonan ke Jakarta, ke ibu Susi, itu pendatang, pendatang yang punya tempat di sana sudah tidak ada apa-apa lagi, tidak ada ikan lagi, datang sini kacau,…jadi tolong, nelayan kecil ini supaya bisa hidup, kalau perusahaan ini tutup maka anak-anak yang ada di Jakarta bisa pulang, tidak bisa sekolah, dapat uang dari mana…!?”
Begitu pula Mohammad Kasim Ombaer, menyatakan, ”Surat yang sudah masuk itu, sekelompok orang tertentu, bunyi suratnya adalah para nelayan kecil tradisional Kaimana sedangkan kami di sini tidak tahu tentang surat itu. Jadi mungkin itu sekelompok orang yang membuat surat itu agar dapat menghentikan perusahaan. Dan kami minta kepada Ibu Menteri Kelautan dan Perikanan bahwa tolong mempertimbangkan pendapat masyarakat yang selama ini hidupnya cuma nelayan, bukan sekarang ini, kami hidupnya sudah nelayan dari sejak moyang kami.
Di sisi lain juga, dengan adanya perusahaan ini, bahwa dapat membantu masyarakat Kampung Namatota dan masyarakat pesisir pantai Kabupaten Kaimana, semua dapat menyekolahkan anaknya keluar, karena dengan adanya perusahaan ini, semua hasil yang mereka tangkap semua bawa ke perusahaaan Raja Mina Raya.
Karena itu, kami masyarakat nelayan Namatota, memohon kepada Ibu Menteri agar mempertimbangkan pendapat masyarakat Namatota dan nelayan kampung-kampung lain.”
Syawal Kastela, yang sehari-hari menjual hasil tangkapannya ke perusuhaan ini bahkan mengancam akan bertindak keras kepada sesama nelayan lainnya.
”Kami akan bertindak sebagai Angkatan Laut atau Polisi, apabila perusahaan ini ditutup. Sebelumnya, warga mendengar informasi adanya kelompok nelayan di Kota Kaimana, yang mengadukan ke berbagai pihak, perihal dugaan penangkapan ikan dengan melanggar peraturan yang berlaku.
Gamar Sanggei, nelayan perempuan, menyampaikan ada empat orang anaknya yang kuliah di Pulau Jawa. Anak pertama dibiayai pemerintah, itupun masih sering dikirimi uang makan sebelum uang pemerintah tiba. Tiga lainnya dibiayai dari hasil tangkap ikan.
Gamar sendiri turun melaut. ”Khusus untuk Kampung Namatota, belum pernah masuk di dinas-dinas di kabupaten Kaimana. Belum pernah kami mengeluh di dalam kantor untuk minta biaya sekolah anak-anak, karena ada perusahaan ini.
“Bapak Bupati ada, tanya dia, kapan orang Namatota kapan masuk di kantor bupati minta uang-uang di sana,” ujar Gamar, disambut histeria para perempuan nelayan lainnya, ”Anak-anak kami juga ikut tes di Kaimana, tidak tembus, kita tidak mengeluh. Jadi tolong, kasih tau Ibu Menteri supaya mengerti keluhan kami di Papua,” tambahnya.
Begitu pula Umi Rumaderu, seorang nelayan perempuan lannya, mengharapkan pemberitaan ini dapat sampai dibaca Ibu Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan.
”Selama ini instansi yang nama Dinas Perikanan itu tidak pernah beri sentuhan buat negeri Namatota ini. Kami nelayan Namatota ini rindu sekali gunakan fiber (longboat/ perahu-red), tapi belum pernah, biar satu pun belum pernah.
Padahal kami juga mau. Kampung-kampung yang bukan nelayan sudah dapat bantuan,” ujar Umi. Pemerintah rutin membagikan perahu-perahu berukuran cukup besar (longboat) yang terbuat dari fiberglass, hasil proyek Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi ataupun Kabupaten Kaimana, tapi pengakuan-pengakuan warga ini menunjukan bantuan-bantuan itu tidak tepat sasaran.
”Anak-anak kami semuaa kuliah di luar Papua, kalau perusahaan tutup, kami mau ambil uang di mana?” ungkap rasa sedih Umi yang memiliki tiga anak kuliah di Pulau Jawa.
”Tolong berita ini jangan tutup. Kalau ambil gambar, jangan simpan, tapi sebarkan, supaya orang tahu.
Tolong berita ini juga diberikan ke instansi yang terkait, seperti Dinas Perikanan. Harus beri tahu. Jangan langsung tutup begini…tutup di tempat sampah, karena banyak orang Namatota ajukan proposal ke sana, mereka tutup. Belum pernah satu pun proposal terjawab, dari Kampung Namatota ini,” ujar Umi dengan berapi-api diiring teriakan histeris banyak nelayan perempuan lainnya.
Soleman Mandefa, juga nelayan Kampung Namatota, menyampaikan dalam sehari dapat menangkap 30-40 ekor dengan berat sekitar 50 kg. Harga ikan pun bervariasi, mulai dari RP 7 ribu per kg untuk Ikan Cakalang (Tongkol) dan Bubara, Ikan Gurapu berharga Rp 20 ribu per kg, Rp 30 ribu per kilo untuk jenis Ikan Tenggiri, ikan Kakap Merah dibeli perusahaan dengan harga Rp 45 ribu per kg.
Dengan hasil tangkap ini, warga Kampung Namatota dapat membayai sekolah anak-anak mereka dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Oleh karena itu, warga berharap perhatian pemerintah, khususnya Menteri Susi Pudjiastuti, untuk tidak menutup perusahaan ini. (fat)
Discussion about this post