Jakarta, targetsumbar.com – Perempuan yang masih anak-anak BL (15) harus menelan pil pahit kehidupan berkali-kali. Setelah diperkosa, mengandung, dan menggugurkan bayinya. Kini harus menghadapi tuntutan 8,5 tahun penjara.
Hal itu disampaikan dalam pleidoi yang dibacakan kuasa hukumnya dari LBH Apik, Siti Zuma. Siti menyebut BL sama sekali tidak mengetahui dirinya hamil karena pada waktu itu sempat didiagnosis menderita sakit maag. Diagnosis itu dilakukan di Puskesmas Cikeusik, Banten, tidak jauh dari rumahnya.
Waktu diagnosis itu, BL mengalami mual dan muntah setelah 3 bulan diperkosa. Namun dia tidak melaporkan pemerkosaan yang dialaminya karena takut terhadap ancaman pelaku. Ia juga merasa hal itu sebuah aib.
“Tiga bulan pascapemerkosaan, BL merasa sering mual dan muntah. Lalu ibunya mengantar ia untuk memeriksakan diri ke Puskesmas Cikeusik. Dokter mendiagnosis BL sakit maag dan hanya diberi obat. Karena kemiskinan dan pengetahuan BL sangat minim tentang kesehatan reproduksi mengakibatkan BL tidak tahu dirinya hamil,” papar Siti
BL mengaku selalu mendapatkan menstruasi setiap bulan, meski ternyata itu berupa flek. BL hidup di keluarga kurang mampu. Untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, dia memutuskan menjadi pekerja rumah tangga di Jakarta.
Saat memutuskan sebagai PRT, usia BL juga dipalsukan oleh yayasan penyalurnya sehingga menjadi 18 tahun. Bahkan BL juga menjadi korban eksploitasi ekonomi karena hanya mendapat gaji Rp 600 ribu, dari yang semestinya Rp 1,3 juta.
Kehamilan BL akhirnya membesar. Pada 30 April 2017, ia mengalami sakit perut yang teramat sakit dan pagi harinya, bayi di kandungan yang telah berusia 9 bulan akhirnya lahir.
Karena panik, BL membuangnya ke tempat sampah di daerah Cipete, Jaksel, dan ditemukan dua hari setelah itu oleh petugas sampah.
“Pada dua hari sebelum bayi itu ditemukan, perut BL mulas-mulas. Lalu dia tidak bisa tidur semalaman. Akhirnya pagi harinya bisa dikeluarkan. Sebenarnya dia tidak tahu kalau bayi karena berbentuk gumpalan, masih licin, tidak ada tangan dan kaki,” kata Siti.
Akhirnya gumpalan yang dikira kotoran itu dibuang di tong sampah. Siti menyebut, jika BL mengetahui gumpalan itu adalah bayi, bisa saja BL membuangnya ke tempat yang lebih jauh, bukan di tong sampah di depan rumah majikannya.
Polisi yang menyidik kasus itu kemudian menangkap BL dan memprosesnya secara hukum. Setelah berkas masuk pengadilan, jaksa menuntut BL selama 8,5 tahun penjara bulan. Tuntutan itu dinilai lebih besar daripada tuntutan seharusnya. Berdasarkan UU Perlindungan Anak, BL maksimal dituntut 7,5 tahun penjara atau setengah dari ancaman maksimal, yaitu 15 tahun.
Sementara itu, saat ini pelaku pemerkosaan, EN (20), telah diproses hukum oleh kepolisian setempat.
Dalam pleidoinya, Siti meminta pelaku ikut bertanggung jawab secara pidana atas kematian bayi yang dilahirkan BL.
Sumber: detiknews.com
Discussion about this post